Sunday, November 23, 2008

Mencumbui Puncak Agung, Rinjani, Tambora Dengan Sepeda (bag-1)

Tulisan ini berdasarkan pengalaman pribadi Yuyus ‘PURBA’ (BW 11077 BS)“Seni dan petualangan tidak ada batasnya” yang mendasari aku untuk melakukan ekspedisi sepeda seorang diri……..
Berawal ketika aku mulai bekerja di Bali sebagai arsitek pada pertengahan Agustus 2005 hingga aku terjebak dengan hobi sepeda gunung setelah sekitar dua bulanan sejak aku tinggal di sana. Padahal sejak aku masih kuliah dan aktif dikegiatan alam terbuka bersama rekan-rekan BHARAWANA Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi, terus terang aku kurang tertarik dengan benda yang satu ini.
Terinspirasi oleh kisah-kisah petualangan sepeda terdahulu, hingga waktupun terus berlalu dan memasuki bulan Mei 2006 selintas aku terpikirkan untuk melakukan ekspedisi sepeda seorang diri. Namun, waktu itu aku sendiri masih belum tahu pasti, mau ekspedisi kemana ?. Karena kesibukan pekerjaan yang tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan di luar dalam waktu lama, rencana perjalanan sepeda sendirianpun hanya sebatas angan-angan belaka dan akupun pesimis untuk merealisasikannya. Setelah dua bulan berselang, akhirnya, memasuki bulan Juli 2006 akupun membuat rencana untuk melakukan ekspedisi pada bulan Agustus sekaligus mengambil momen Hari Kemerdekaan RI yang ke-61 dengan tujuan bersepeda ke puncak gunung Agung (3142 Mdpl), gunung Rinjani (3726 Mdpl) dan gunung Tambora (2851 Mdpl). Persiapan dan latihan fisik pun aku mulai fokuskan kurang lebih sebulan sebelum pelaksanaan ekspedisi. Dengan bermodalkan tekad yang kuat dan dana terbatas akhirnya pada tanggal 7 Agustus 2006 aku mengambil cuti kerja dan memulai petualangan sepeda ini seorang diri.



Awal Perjalanan


Berkat rahmat
Tuhan Yang Maha Kuasa, pagi itu cuaca langit pulau dewata cukup cerah. Sekitar jam 7.30 Wita aku mengawali perjalanan dengan mengayuh sepeda dari tempat kostku di Kerobokan menuju Pura Pasar Agung. Saat itu sepanjang jalan Rendang yang kulalui sedang ada perbaikan dan banyak truk-truk pengangkut pasir dan batu yang mengganggu perjalananku hingga aku banyak berhenti untuk menghindari hal-hal yang sangat tidak diharapkan. Hari pertama perjalanan sungguh terasa melelahkan, apalagi jalan menuju Pura Pasar Agung tanjakannya cukup menggemaskan jika mengayuh sepeda dengan ditambah beban yang lumayan berat. Usai perjalanan yang cukup melelahkan, sekitar pukul 17.30 alhamdulillah aku tiba di pura Pasar Agung dan langsung merapat menuju pos jaga untuk minta izin mendaki dengan membawa sepeda ke puncak. Awalnya terjadi kesalahpahaman diantara kami, hingga petugas yang jaga saat itu menyarankan untuk menitipkan sepeda di pos jaga saja gak perlu dibawa naik ke puncak. Namun, setelah aku jelaskan bahwa tujuan ekspedisiku yaitu bersepeda ke puncak gunung Agung bukan ke pura Pasar Agung sebagai titik awal pendakian jalur Pasar Agung, barulah mereka memahami dan mengizinkanku tuk melakukan pendakian dengan sepeda.

Pendakian Gunung Agung

Setelah semalaman long break ditemani dinginnya malam Pasar Agung hingga pagipun masih diselimuti kabut, sekitar jam 7.45 aku memulai pendakian dari pos melewati pura Pasar Agung dengan memanggul sepeda dan daypack dengan logistik seperlunya karena sebagian lagi aku titipkan pada penjaga. Usai melewati pura Pasar Agung dengan ratusan mungkin ribuan jumlah anak tangganya, aku bertemu dengan beberapa pekerja bangunan yang sedang mengerjakan proyek PDAM di pintu masuk hutan dekat pura. Selama melewati jalur vegetasi hutan aku mengalami kesulitan jika harus memanggul sepeda karena jalurnya yang rapat hingga sepedapun aku dorong. Dalam perjalanan dijalur hutan aku bertemu dengan beberapa wisatawan mancanegara (wisman) dari pelbagai negara yang baru turun dari puncak beserta guide-nya, mereka mulai mendaki pada waktu dini hari untuk mengejar sang surya terbit. Berbagai komentar mereka lontarkan perihal pendakian aku dengan membawa sepeda ke puncak, mulai dari strong, amazing bahkan crazy mereka celotehkan. Jalur pendakian Pasar Agung ke puncak dapat di tempuh ± 3 jam perjalanan normal sehingga banyak wisman yang memilih mendaki gunung Agung lewat jalur ini dibandingkan jalur Besakih yang menempuh ± 6 jam perjalanan. Aku memilih jalur Pasar Agung karena sebelumnya pada tanggal 9 April 2006 tepatnya hari minggu aku bersepeda dari Kerobokan menuju Besakih, dan rencananya dilanjutkan mendaki dengan sepeda ke puncak Besakih, namun langkahku terhenti sampai pos polisi karena saat itu pura Besakih ditutup selama sebulan karena ada upacara agama. Akhirnya, aku kembali pulang lewat jalan Panelokan dengan memendam sedikit kekecewaan. Berbekal pengalaman dulu, pada ekspedisi kali ini aku memutuskan untuk pendakian gunung Agung memilih lewat jalur Pasar Agung yang sebelumnya pernah aku daki sekali waktu akhir Desember 2005.
Selama ± 2 jam jalur hutan telah aku lalui, kemudian aku melewati jalur bebatuan yang cukup curam. Pada jalur bebatuan, fisikpun mulai terkuras hingga tak jarang aku banyak istirahat untuk sekedar melepas dahaga. Untuk mengantisipasi kondisi fisik yang mulai turun dan air minum yang terbatas, akhirnya beban yang aku bawa yaitu daypack dan sepeda, aku bawa silih bergantian. Sepeda aku bawa mendaki duluan dan daypack aku tinggal sampai batas jangkauan pandangan. Kegiatan tersebut banyak mamakan waktu yang lama karena aku harus bolak-balik membawa beban bergantian. Jam 12.30 aku istirahat untuk makan siang dan sholat, packing pun aku bongkar untuk mempersiapkan alat masak. Setelah makan siang ditemani teh madu racikan sendiri, tanpa sengaja aku diserang ngantuk yang amat berat dan akupun sempat tertidur hingga ± 1,5 jam lamanya. Sekitar jam 3 sore aku melanjutkan pendakian dengan beban dibawa sekaligus sampai base camp jam 5 sore, gak lama kemudian aku langsung mendirikan tenda di atas bebatuan. Angin sore menjelang malam yang besar di lereng puncak Agung cukup menyulitkan aku mendirikan tenda seorang diri, mungkin sisa-sisa angin puting beliung yang terjadi di gunung Agung beberapa waktu lalu seperti yang dikatakan pecalang/penjaga pura di bawah tadi pas aku mengawali pendakian ini. Akan hadirnya makhluk halus yang sempat terlintas dipikiranku saat itu, terpendam rasa lelah dan kantuk yang begitu sangat.
Pohon-pohon dan bebatuan masih dikecupi embun pagi, sekitar jam 5 pagi aku terbangunkan oleh suara dari seseorang yang memanggil di luar tenda. Akupun bangun untuk menghampiri seruannya, ternyata guide Wayan bersama tamu-tamunya berkebangsaan Perancis hendak naik ke puncak, mereka mengajak naik bareng namun aku mempersilahkannya duluan. Usai sarapan pagi sekitar jam 6 lebih sedikit aku memulai pendakian hanya dengan membawa sepeda, kamera dan bendera merah-putih ke puncak, logistik lainnya aku tinggal dalam tenda. Tidak jauh dari tempat aku nge-camp, aku bertemu dengan dua orang separuh baya kewarganegaraan Australia yaitu Ray dan Harry di temani pemandunya Made dari Sanur, mereka tertinggal jauh rombongannya yang sudah pergi duluan ke puncak. Setelah perkenalan yang cukup akrab, kamipun kemudian jalan bersama. Dalam perjalanan menuju puncak kami berpapasan dengan banyak para wisman yang baru turun dari puncak ditemani pemandunya, sehingga aku terhenti cukup lama karena sepeda yang aku bawa takut menggangu perjalanan mereka turun sedangkan Made, Ray dan Harry duluan ke puncak. Tak jarang dari mereka yang turun dari puncak sekedar untuk menyapa dan mengambil gambar aku bersama sepeda. Perjalanan aku lanjutkan kembali menyusul Made, Ray dan Harry yang sudah duluan ke puncak, mereka dipuncak ditemani guide Gung Bawa yang sudah duluan menunggu di puncak. Teriakan mereka bergema di puncak Agung memanggilku saat aku mulai memanjat bibir kawah puncak Agung dengan sepeda diikat webbing dipunggung, akhirnya akupun berhasil menggapai puncak gunung Agung dengan sepeda yang masih terbalut tali ditubuh. Tepuk tangan dan ucapan selamat dari Made, Ray, Harry dan Gung menambah kepuasan bathin tersendiri, lalu aku pun tidak lupa mengabadikan momen yang sangat berharga disaat Merah-Putih dikibarkan di puncak tertinggi di Bali.
Sekitar jam 10-an Gung, Ray, Harry dan Made kembali turun dari puncak, lima menit kemudian akupun menyusul mereka yang sudah jauh meninggalkan jejak di puncak. Menuruni tebing yang cukup curam dengan membawa sepeda mamacu adrenalin tersendiri, oleh karena itu aku harus ekstra hati-hati dalam setiap langkah, tak jarang sepeda aku lempar ke bawah dengan webbing terikat ditangan untuk mempercepat pergerakan turun. beberapa lama kemudian saat aku masih dalam perjalanan menuju camp tempat aku bermalam, kabut turun menyelimuti lereng puncak Agung hingga pandangan jalanpun tertutup dan terbatas. Entah pengaruh dehidrasi ringan atau faktor kebodohanku hingga konsentrasi berjalan sedikit kabur, harusnya jalur menuju tempat aku bermalam kekanan malahan aku ambil kekiri hingga aku tersadar jalur yang aku pilih adalah lembah bukan punggungan. Orientasi medan disaat kabut turun menyulitkan aku untuk melanjutkan perjalanan. Teori “jangan panik” dalam menghadapi kondisi ekstrim merupakan hal yang sulit untuk dipraktekan dalam kondisi dan situasi aku saat itu. Diam, tenang dan menunggu kabut naik menjadi bumbu perjalanan aku mencari jalur base camp yang hilang. Do’a dan harapan aku terkabul, sekitar 1,5 jam kemudian kabutpun mulai naik, akupun tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk orientasi medan, akhirnya aku dapat melihat base camp dan jalur yang sebenarnya.
Perjalanan aku lanjutkan setelah aku tiba di base camp dan istirahat beberapa menit untuk sekedar minum air yang tersisa dicampur madu, kemudian tenda aku bongkar dan packing. Dalam perjalanan turun, sepeda dan daypack aku bawa sekaligus, terkadang sepeda aku naiki kalau menemui jalur yang memungkinkan untuk dijambani. Demi menghemat tenaga yang tersisa dikarenakan air minum yang tinggal beberapa tetes, kaki perlahan-lahan melangkah namun pasti. Di tengah perjalanan memasuki jalur hutan aku berpapasan dengan seorang wisman dari Korea ditemani pemandunya, mereka hendak mendaki puncak Agung sore hari. Tidak lebih dari 5 menit kami bercakap-cakap untuk sekedar menanyakan kabar aku waktu mendaki bawa sepeda ke puncak Agung. Setelah pertemuan yang singkat itu, perjalanan aku lanjutkan kembali menuju pos pura Pasar Agung hingga waktu menunjukan ± jam 17.30 aku tiba disana
Bersambung….Perjalanan menuju Mataram

No comments:

Post a Comment