BHARAWANA
TRILOGY EXPEDITION 2017 : PENJELAJAHAN PESISIR PANTAI LOMBOK TIMUR
Gugusan
pulau terbentang sepanjang meridian geografis bumi khatulistiwa, mengantarkan
negara tropis ini sebagai negara ribuan kepulauan. Dari penghujung tanah Sabang
hingga Merauke tersusun gugusan daratan cantik luput dari batas. Tanah ini
adalah tanah surganya penikmat gunung dan laut. Sebuah kemalangan apabila kami
tidak mengembara khazanah bumi khatulistiwa yang telah dipijak sejak kali
pertama Tuhan takdirkan.
Penjelajah
Rimba dan Pendaki Gunung sebagai azas membawa raga kami untuk menjejaki langkah
hingga ke penjuru tak terhingga, menapaki pesisir bahari Indonesia; Pulau
Lombok, sebuah pulau dengan julukannya seribu masjid menambah kehangatan kami
untuk menyusuri dari pelataran Pelabuhan Kayangan dan menepi di Pantai Kuta
sejauh 265 KM selama 16 hari menapak kaki, mengukir jejak diantara pasir,
bebatuan, dan ombak biru.
Deru
angin dan gulungan ombak bak berlian menggulung tidak jua menyurutkan
perjalanan kami yang sangat melelahkan. Panas terik rawi membakar kulit hingga
kepala kami yang pula membakar semangat berkobar hingga tepi. Lembar demi
lembar peta tamat kami sematkan koordinat keberangkatan hingga istirahat. Segala
kendala halau rintang yang menyurutkan semangat tidak luput dari catatan buku
kecil kumal dalam plastik klip. Catatan perjalanan itu bagaikan kapsul waktu
yang membawa kami pada tiga tahun lalu.
Pikiran
kami terkira bahwa bahari Lombok ini hanya membentang hamparan kersik halus
putih bagaikan sutera dipadu dengan birunya laut selebu. Namun ternyata kiraan
kami dihantam realita dengan hamparan pasir hitam, tebing curam, rawa bakau,
kabun bekas panen warga, dan juga sungai-sungai yang bermuara ke laut.
Lagi-lagi calaknya cakrawala selalu memberikan isyarat pada kami bahwa semua
pasti akan berakhir sesulit apapun keadaan. Sulitnya medan, jauhnya langkah,
dan rentang waktu kami berkegiatan tentunya sebanding dengan persiapan dan
perbekalan yang telah kami lakukan kurang lebih selama tiga bulan lamanya.
Kisah
kami di bawah langit Lombok tidak
selesai begitu saja hanya dengan keindahan mayapada, namun ada manusia-manusia
berhati malaikat yang turut terlibat dalam perjalanan kami. Bukan hanya
memberikan kami tempat bernaung melepas letih, namun canda tawa dan pengalaman
yang tidak ternilai harganya.
Sebuah
perjalanan pesisir pulau Lombok ini telah menorehkan bukan hanya kenangan namun
pengalaman yang tidak dapat kami lupakan sepanjang hidup kami. Rekahan senyum,
gelak tawa, amarah, kebaikan, air mata dan segala sesuatu yang menghiasi
langkah kaki hingga tepi laut Kuta akan menjadi cerita sepanjang masa tanpa
titik. Langkah-langkah kecil kami memang telah tersapu pasir dan digulung
ombak, namun catatan perjalanan kami mengukir sejarah kecil pula telah
diabadikan sepanjang waktu Bharawana tegak menjulang dilangit petualangan
penjelajah alam.
Loc. Pelabuhan
Kayangan, menjadi titik start penyusuran pantai Lombok
Loc. Pantai
Surga, Kel.Pemongkong, Lombok Timur Loc.
Kel.Pemongkong, Lombok Timur
Loc. Kel.
Sekaroh, Lombok Timur Loc. Desa
Separong, Lombok Timur
Loc. Gili
Perigi, Lombok Tengah Loc. Pantai
Seger, Lombok Tengah
EKSPEDISI PENDAKIAN GUNUNG BINAIYA
Kemilau pulau yang terbentang di bagian Timur
Indonesia menambah eksotisme paras alam yang tersembunyi tidak lagi hanya
sebagai ilusi optik belaka. Seakan asa membawa kendali kami berlayar menuju
utara kota manise, Amboina , Pulau Seram. Dengan luas 18.625 km² dan titik
tertingginya ialah Gunung Binaiya 3.027 m dpl, membuat Pulau Seram menyimpan selembak
keindahan alam beserta misterinya. Pegunungan Karst yang menjulang tinggi dengan hamparan pantai di 0 mdpl
bersatu-padu mengadu kecantikan dengan
kenampakan yang masing-masing
mempunyai nilai estetika tersendiri.
Jingga senja hidup diujung pulau, bersama asa
yang berharap tersampaikan. Menyusuri aspal desa dari Masohi dan terhenti di
ujung desa terakhir yaitu Piliana( Pilianika
; sudah terang). Sambutan ramah dengan senyumandan suara tulus yang jauh dari dialektika kota itu menghangatkan
dinginnya desa di 40 mdpl. Dua fenomena yang terbentang menjadi hal yang
eksentrik tinggal di desa ini, yaitu hamparan pantai dan jajaran pegunungan.
Tampak pegunungan Karst yang merajuk
untuk ditapaki dengan sekelumut adat dan kearifan lokal desa yang masih terjaga
membuat daya tarik tersendiri untuk dijejaki.
Mengawali pendakian dari arah selatan membuat
kami bercengkrama terlebih dahulu dengan lembahan dalam dan jalur sungai yang
menggertak untuk disebrangi. Gemercik batu, air dan tapak kaki membuat friksi yang terdengar indah, tak kalah
dengan cantiknya bahana kakatua seram di hutan Binaiya.
Melihat dan melewati riam Sungai Yahe yang
terselinap dalam leretan lembah dan kepungan halimun yang tebal seakan tapak
kaki melangkah mencapai Nirwana,
belantara Binaiya yang menggoda. Menjejaki lebih jauh menuju hutan hujan tropis
dan surga lumut yang membelalakkan mata, belum lagi kepungan kabut diantara
celah karst pegunungan Binaiya
membuat hasrat diri terunduk hingga batas Nirwana,
atap Maluku yang mempesona.
Matahari tidak kami temukan waktu itu, tetapi
jumputan lumut menyambut kami seakan
merajai vegetasi binaiya yang mulai terlihat dari ketinggian 1929 mdpl,
seketika hijaunya lumut menyungkupi tanah Binaiya, pandangan kami
seperti melihat jendela nusantara hadir dipandangan mata. Keanekaragaman jenis
tanaman lumut dan paku-pakuan menjadi salah satu bagian terimpresi dalam
perjalanan kami. Sekian lama meniti garis pendakian, pukul 12.00 WIT tanpa sinar sang baskara dan halimun pulau seram
yang membelenggu serta gemercik air hujan menyelingi pijakan kaki, tidak
mematahkan hasrat untuk terus melangkah.
Kami mewakili asa seluruh wanita Indonesia
yang ingin terus melihatkan selembak semangat untuk nusantara. Kami hanya tiga
wanita yang terkagum-kagum pada ciptaan Tuhan Yang Maha Esa tak hentinya
mengucap syukur untuk anugerah nikmat sehat yang melimpah ruah.
One spirit, Thousand action, meruntut
asa dari Rumah BHARAWANA, berlayar
menuju Timur Indonesia. Puncak Binaiya, Langit Seram tersimpan dalam sukma,
jauh dikaki namun dekat dihati. Binaiya,
3.027 mdpl.
Anggota Muda BHARAWANA Bersama Bapak Raja (kepala
adat setempat)