Friday, December 16, 2011

EKSPEDISI PENDAKIAN GUNUNG LOMPOBATTANG-BAWAKARAENG SULAWESI SELATAN

ekspedisi ini terdiri dari dua angkatan yaitu angkatan XX Kabut Purnama (Fajar ‘Pulung’ Pilantika & Akbar ‘Sotan’) dan angkatan XXI Panthera Pardus (Wahyudin ‘Sersan’, Galih ‘Nguyen’ & Theko ‘Tupai’), Fajar ‘Pulung’ sebagai ketua tim dan dibantu oleh para anggota lainnya dalam melaksanakan ekspedisi ini.
pelepasan tim Ekspedisi
Pendakian Gunung Lompobattang-Bawakaraeng
Sulawesi Selatan
sebelum melakukan pendakian
gn.Lompobattang di rumah Daeng Juma
peta jalur gn.Lompobattang
daun santigi bermanfaat
untuk mengobati asma
daun tambara
dapat mengobati kedinginan
dengan cara mengunyah daun
salah satu punggungan di Lompobattang
puncak Lompobattang

pasar ranjaya
puncak Bawakaraeng
foto bersama Tata Rasi
Gn. Bulusaraung
tebing 45
No
Kota Awal
Tujuan
Moda Transportasi
Biaya (Rp)
Lama Perjalanan
1
St. Kiaracondong Bandung
St. Gubeng Surabaya
Kereta Api (Ekonomi)
  38.000
18 jam
2
St.Gubeng Surabaya
Tj. Perak Surabaya
Angkot
  10.000
30 menit
3
Tj. Perak Surabaya
Pel. Makassar
Kapal
221.000
30 jam
4
Makassar
Desa Parambintolo
Angkot
  35.000
4 jam
5
Lembanna
Makassar
Angkot
  35.000
3 jam
6
Makassar
Maros
Angkot
  10.000
1 jam
7
Maros
Makassar
Angkot
  10.000
1 jam
8
Pel. Makassar
Tj. Perak Surabaya
Kapal
221.000
24 jam
9
Tj. Perak Surabaya
St. Gubeng Surabaya
Angkot
  10.000
30 menit
10
St. Gubeng Surabaya
St. Kiaracondong Bandung
Kereta Api (Ekonomi)
  38.000
17 jam

Ekspedisi ini dilaksanakan sebagai salah satu persyaratan para anggota muda untuk mendapatkan Nomor Tanda Anggota BHARAWANA dan sebagai anggota biasa BHARAWANA.

Persiapan yang telah dilakukan sejak bulan April 2011 oleh tim ekspedisi memberikan manfaat yang sangat terasa oleh anggota tim. Dimulai dari persiapan fisik (Training Center) yang melelahkan dari bulan Maret sampai dengan bulan Juli, penyusunan & penyebaran proposal untuk meringankan dana yang akan dikeluarkan oleh tim, perizinan dari pihak lembaga & kepolisian sampai dengan pelaksanaan ekspedisi sendiri yang dilakukan pada bulan Agustus yang bertepatan dengan bulan Ramadhan.

Para ekspeditor mendapatkan tantangan yang cukup berat, baik dari segi materi maupun fisik yang ternyata kedua gunung tersebut ternyata adalah pegunungan, bukan seperti di Pulau Jawa yang kebanyakan berupa gunung, seperti puncak bisa dilihat dari kaki gunung yang akan di daki. Tapi tidak begitu dengan gunung Lompobattang & Bawakaraeng, dengan ketinggian masing-masing 2.870 Mdpl & 2.830 Mdpl.

Lompobattang yang dalam bahasa setempat berarti ”Perut Buncit” dan Bawakaraeng berarti "Mulut Tuhan".

Perjalanan tim ekspedisi di mulai tanggal 04 Agustus 2011 dari sekretariat BHARAWANA di kampus UNJANI Cimahi menuju Surabaya, kemudian lanjut menuju Makassar dengan menggunakan kapal, setelah tim sampai di kota Makassar, tim di bantu oleh rekan-rekan sesama Mapala, yakni MADIPALA-UNIVERSITAS NEGERI MAKASAR yang sebelumnya telah melakukan kontak untuk membantu ekspeditor dalam melaksanakan ekspedisi. Tim ekspedisi menuju ke kaki gunung Lompobattang.

Sebelum melakukan pendakian, tim merencanakan terlebih dahulu perjalanan pendakian yang akan dilakukan, yaitu:

Sistem pendakian adalah lintas tanpa turun kembali ke daerah pemukiman warga. Jadi awal pendakian pertama dari kaki gunung Lompobattang menuju puncak, kemudian ke titik 0 (nol) yaitu lembah Kharisma, di lanjut menuju ke puncak gunung Bawakaraeng.

Sebelum melakukan pendakian gunung, tim melakukan orientasi medan yang dilihat pada peta sebagai persiapan untuk pendakian, selain itu tim melakukan sosialisasi pedesaan (sosped) di desa terakhir / kaki gunung Lompobattang, yaitu desa Parambintolo. Dari hasil sosped yang didapatkan oleh tim, bahwa banyak warga sekitar yang berprofesi sebagai petani di ladang & mayoritas penduduk beragama islam, begitulah yang di katakana oleh Daeng Juma sebagai juru kunci dari gunung Lompobattang. Tim juga mendapatkan informasi dari Daeng Juma bahwa dahulu gunung Lompobattang ini banyak di daki oleh para penduduk lokal yang mempunyai kepercayaan bahwa dengan mendaki gunung Lompobattang & Bawakaraeng disertai ritual tertentu di atas gunung, maka orang tersebut telah melaksankan ibadah haji seperti orang yang melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci Mekkah. Namun itu terjadi sekitar 1980-an dan sekarang sudah jarang sekali yang melakukan ritual tersebut dikarenakan pada tahun 1998-an pernah terjadi sebuah insiden yang cukup tragis, yaitu masyarakat yang melakukan ritual tersebut banyak yang tewas di atas gunung, jumlah masyarakat yang tewas mencapai ratusan orang, begitulah penuturan dari Daeng Juma yang didapatkan oleh tim ekspedisi seperti yang sebelumnya telah mendapatkan informasi dari website yang cukup banyak informasinya.
Tak lupa Daeng Juma juga mengingatkan kepada tim bahwa kita sebagai manusia cipataan Tuhan janganlah mempunyai rasa sombong, karena apa yang kita dapatkan itu semua dari Tuhan. Dalam melakukan pendakian juga harus dengan hati yang bersih dan ikhlas.

Jum’at 12 Agustus 2011
jam 08.00 WITA dengan langit yang begitu cerah mengiringi perjalanan tim ekspedisi berangkat menuju pendakian gunung Lompobattang, dengan di temani oleh 2 orang rekan dari Madipala-UNM dengan hati yang penuh semangat dan hati yang bersih. Di awal pendakian belum begitu terasa perbedaan antara gunung di P.Jawa dengan gunung Lompobattang yang kita akan daki.

Pos 2 merupakan sumber terakhir air yang ada sebelum menuju puncak, meskipun di pos 9 masih ada sumber air meskipun agak lumayan jauh jaraknya. Rasa takut sempat menyelimuti fikiran sebagian tim karena mendengar cerita dari Daeng Juma banyak yang gagal dalam melakukan pendakian sampai menuju puncak & hal-hal mistis yang terjadi pada beberapa pendaki. Dengan adanya bukti di beberapa pos tim menemukan seperti sebuah sesajen yang sengaja di simpan oleh para penganut kepercayaan tertentu agar mendapatkan berkah.

Sempat teringat pesan sebelum melakukan pendakian bahwa ada beberapa pos yang tidak boleh di jadikan untuk tempat bermalam, jadi tim berusaha untuk mencapai pos9 sebagai pos terakhir sebelum mencapai puncak untuk melakukan istirahat bermalam pada hari itu juga. Dalam perjalanan tim juga menemukan beberapa jenis pohon yang dapat dijadikan obat, seperti pohon santigi untuk mengobati asma, daun tambara yang dapat mengobati kedinginan yang di derita oleh pendaki selama pendakian dengan cara di kunyah oleh si korban. Tepat jam 15.00 WITA akhirnya tim telah sampai di pos9 sebagai pos terakhir sebelum mencapai puncak gunung Lompobattang.

Sabtu 13 Agustus 2011
tim melanjutkan perjalanan menuju puncak gunung Lompobattang dengan jarak tempuh dari pos9 ± 30 menit. Di puncak tim melakukan pengibaran bendera Bharawana & Merah Putih. 1 jam tim menikmati keindahan dari atas puncak Lompobattang, maka melanjutkan perjalanan menuju Lembah Kharisma. Dengan melewati punggungan dari gunung Lompobattang selama 30 menit kemudian menuju turunan yang cukup curam menuju Lembah Kharisma. Dari atas punggungan sebelum melakukan penurunan tim sempat melihat sebuah tempat yang berbentuk seperti lapangan di tengah hutan, dan itu adalah pasar Ranjaya atau masyarakat sekitar biasa menyebut pasar Jin, yang mitosnya apabila kita masuk ke dalam lapangan itu, maka kita sulit untuk keluar kembali, bahkan tidak akan keluar lagi dari tempat itu. Dari persimpangan punggunan ke turunan menuju Lembah Kharisma, jika kita mengambil jalan lurus disana di kabarkan ada tempat ritual yang untuk para penganut ajaran tertentu yaitu mereka yang mempercayai Ibadah Haji di gunung Lompobattang.

Jam 14.00 WITA kita sudah bisa sampai di Lembah Kharisma & langsung mendirikan tenda untuk beristirahat, sebelum melanjutkan perjalanan esok harinya menuju ke puncak Bawakaraeng. Di tempat ini tidak ada masalah dengan kekurangan air, karena di belakang tenda terdapat aliran air yang cukup jernih. Tim sedikit melakukan eksplorasi di daerah Lembah Kharisma ini, dengan batasan adanya tanda menuju ke Pasar Ranjaya itu. Dimalam hari kita ditemani oleh tikus hutan yang banyak berkeliaran di sekitar tenda, maka dari itu barang-barang harus di gantung agar tidak di rusak oleh tikus hutan yang ukurannya cukup besar.

Minggu 14 Agustus 2011
jam 09.00 WITA tim bergerak menuju ke puncak gunung Bawakaraeng, dengan target jam 12.00 WITA kita harus sudah sampai di puncak Bawakaraeng. Ternyata tak seperti yang di bayangkan oleh tim kalau perjalanan menuju puncak sangat terjal tak seperti menuju puncak Lompobattang. Dengan melewati punggungan bebatuan yang cukup terjal, kita sedikit terhibur dengan adanya pemandangan di sebelah kiri kita, yaitu lembah Rama yang terlihat indah dari atas. Terik matahari menyambut tim di atas puncak Bawakaraeng pada jam 12.30 WITA kita sudah sampai di puncak gunung Bawakaraeng. Dengan perasaan bangga akhirnya kita bisa sampai di puncak ke 2, yaitu Bawakaraeng. Seperti biasa, kita melakukan istirahat sejenak, melakukan dokumentasi yang paling penting pengibaran bendera Bharawana di puncak Bawakaraeng lah yang paling kita tunggu. Yang paling menarik perhatian kita adalah di dekat puncak terdapat sebuah sumur yang terdapat airnya.

Setelah cukup untuk melakukan beberapa saat untuk istirahat maka tim melanjutkan perjalanan menuju pos8 Bawakaraeng untuk istirahat, karena tidak memungkinkan untuk melanjutkan perjalan menuju desa terakhir Lembanna yang kemungkinan tidak akan sampai pada sore hari, tapi malam hari.

Senin 15 Agustus 2011
dengan hati gembira karena telah menaklukan 2 puncak gunung Lompobattang & Bawakaraeng maka kita turun menuju desa terkahir, yaitu desa Lembanna. Dalam perjalanan turun kita bertemu beberapa para pendaki yang akan naik ke puncak gunung Bawakaraeng untuk melakukan upacara bendera 17 Agustus. Siang harinya tim sudah berada di pos 0 atau di daerah perkebunan warga untuk beristirahat sebelum menuju desa terakhir Lembanna dan berkunjung ke sesepuh desa tersebut yaitu Tata Rasi. Beliau adalah orang yang di tua kan oleh para pendaki, dan sebelum para pendaki naik ke Bawakaraeng maka pasti akan berkunjung ke rumahhnya. Selain sebagai orang yang dituakan, Tata Rasi juga adalah tim penolong Bawakaraeng, meskipun usianya sudah tak lagi muda dengan usia sekitar 60an. Di Tata Rasi kita sedikit berbincang-bincang tentang gunung Bawakaraeng, dari mulai sejarah dan adat istiadat yang berada di daerah tersebut.


Sore hari kita kembali menuju ke kota Makassar untuk beristirahat total, recovery badan, sebelum melanjutkan perjalanan di esok harinya 16 Agustus 2011 dengan pembagian tim kecil. Tim pertama yaitu Sotan & Tupai yang melakukan pendakian gunung Bulusaraung, yang terletak di Kabupaten Maros, untuk selanjutnya mengikuti upacara pengibaran bendera Merah Putih di puncak gunung Bulusaraung untuk memperingati hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus. Dalam kesempatan tersebut, Sotan diberikan kepercayaan untuk membacakan Kode Etik Pecinta Alam.


Di hari yang sama 16 Agustus tim kecil ke dua, yaitu Pulung, Nguyen & Sersan menuju ke tebing 45 yang berada di Kab. Maros. Karena perjalanan yang dilakukan pada sore hari menuju ke tebing 45, maka tim menginap dahulu di sekitar tebing. Esok harinya, 17 Agustus tim akan mencoba beberapa jalur yang ada di tebing 45. Sebelum itu, tim mencoba masuk ke dalam Goa Anjing yang tidak jauh dari tebing 45, meskipun dengan peralatan yang terbatas. Di tebing 45 tim beberapa jalur yang ada disana. Tengah hari menjelang sore, tim dari gunung Bulusaraung akhirnya tiba di tebing 45, setelah sebelumnya kita sepakat untuk bertemu di tebing 45. Sore hari semua tim kembali ke kota Makassar.


Setelah tiba kembali di kota Makassar, seluruh tim beristirahat, kemudian esoknya kita semua (ekspeditor & rekan-rekan dari Madipala-UNM) melakukan evaluasi dari pendakian  yang telah kita lakukan. Dalam evaluasi, ternyata tim dalam melakukan pendakian terhitung cepat dibandingkan dengan pendakian yang biasa dilakukan. Ternyata di kedua gunung tersebut terdapat banyak in-memoriam para pendaki yang gugur dalam pendakian karena banyak faktor, terutama cuaca. Dan beruntung sekali, selama melakukan pendakian tim tidak menemukan kendala cuaca yang sangat berarti, terutama badai yang biasa datang secara tiba-tiba.

21 Agustus 2011 akhirnya tim kembali ke sekretariat Bharawana Unjani-Cimahi dengan selamat. Terima kasih banyak ekspeditor ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan ekspedisi ini.



SKEMA TRANSPORTASI

Ket: * biaya transportasi diambil perorang
         Lama perjalanan kapal tergantung kapal yang digunakan

4 comments:

  1. Lanjut gan

    Pertamax.....

    Sering2 d update yaaa

    ReplyDelete
  2. Bagus klo lokasi kedua gunung disertai Titik koordinatx..
    Juga sedikit koreksi Lembah Kharisma bukan berada di titik nol tp skitar 200 mdpl
    Postinganx keren bang

    ReplyDelete